Yakni pembinaan keimanan pada anak didik, agar ia bersikap dan berperilaku sesaui dengan nilai-nilai imaniah, yang merupakan dasar bagi aspek-aspek pendidikan yang lain. Setidaknya ada tiga pilar pendidikan akidah dalam pendidikan Islam, yaitu: penanaman keimanan kepada Allah, cinta kepada Rasulullah dan mendekatkan diri kepada al-Qur’an.
a- Al-Qur’an
Ibnu Katsir menyebutkan dalam kitab Fadhoil al-Qur’an hal 44 dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah saw wafat saat saya berusia 10 tahun dan saya sudah mampu membaca al-Qur’an.
ath-Thobroni meriwayatkan, dari Anas bin Malik r.a , jika ia khatamm membaca al-Qur’an, ia mengumpulkan keluarga dan anak-anaknya dan mendo’akan untuk mereka.
Ibnu Katsir meriwayatkan, bahwa Ibnu Abbas berpesan kepada seorang lelaki, maukah engkau aku berikan sebuah hadits yang menggembirakanmu, ia menjawab: Iya, Ibnu berkata: bacalah surat al-Mulk dan ajarkan keluarga dan semua anakmu serta tetanggamu, karena surat itu merupakan penyelamat.... Rasulullah saw bersabda: Aku sangat senang kalau surat al-Mulk tersebut berada pada hati setiap orang dari umatku”.
Disebutkan dalam Mukaddimah buku Fathu Babil Inayah, editor Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah hal 19, bahwa Abu Hanifah ketika putranya Hammad dapat menguasai (membaca dan menghafal dengan baik) surat al-Fatihah, beliau memberikan kepada gurunya mukafaah sebesar 500 dirham ( satu dirham saat itu dapat membeli seekor kambing ), guru itupun menganggap uang itu terlalu banyak baginya, karena ia merasa hanya mengajarkan surat al-Fatihah, Abu Hanifah p pun berkata: Jangan engkau meremehkan apa yang engkau ajarkan kepada anakku, dan kalau ada pada kami lebih banyak lagi dari jumlah itu maka kami siap membayarkannya kepadamu, sebagai penghargaan kepada al-Qur’an”.
Imam Suyuthi menyebutkan dalam Thobaqoat al-Hufazh halaman 154 perkataan Imam Syafi’i r.a: Aku hafal Al-Qur’an ketika usia saya 7 tahun, dan saya hafal kitab al-Muwatho saat berusia 10 tahun”.
Sahal bin Abdullah at-Tusturi berkata: .... lalu aku pergi ke guru ngaji untuk belajar al-”Qur’an, menghafalnya ketika itu usia saya 6 atau 7 tahun”.
Imam Muhammad bin Muhammad al-Jazri sebagaimana disebutkan DR Abudl Hayyi al-farowami Editor kitab Munjid al-Muqri’in wa Mursyid ath-Tholibin tentang kehidupan Ibnu al-Jazri, bahwa beliau menyelesaikan menghafal al-qur’an ketika berusia 13 tahun (Thobaqot al-Qurro 2/247).
Syeikh Ibnu al-Labban ketika usianya 17 tahun dapat menguasai al-Qur’an, dan Ibnu Sina menghafal al-qur’an ketika berusia 10 tahun (Wafayat al-A’yan 1/152 Ibnu Khalkan).
Para shahabat Rasulullah saw termotovasi dengan hadits-hadits Nabi saw: tentang keutamaan mengjarkan anak-anak al-Qur’an, antara lain: “( Barangsiapa menmbaca al-Qur’an, mempelajarinya dan mengamalkannya, niscaya di hari Kiamat kelak orangtuanya dipakaikan mahkota terbuat dari cahaya seperti matahari dan dikenakan pakaian kebesaran yang belum pernah ada selama di dunia, kedua orangtuanya pun bertanya-tanya: Kenapa kami dipakaikan seperti ini ? Dikatakan kepadanya: karena anak kamu yang berinteraksi dengan al-Qur’an” (HR Imam al-Hakim dari Buraidah).
b. Cinta Rasul.
Sumroh bin Jundub berkata: sewaktu aku masih kecil di masa Rasulullah saw, aku menghafal hadits-hadits beliau, tidak ada yang menghalangiku berkata-kata dalam majlis itu selai keberadaan para orang tua di majli itu”. (HR Bukhari Muslim).
Kahtib al-Baghdadi menyebutkan dalam kitabnya Syarof ashabil Hadits hal: 90 an-Nadhor bin al-Harits meriwayatkan seraya berkata: aku mendengar Ibrahim bin Adham berkata: Ayahku berkata kepadaku: “Wahai anakku, carilah hadits, setiap engkau dapatkan sebuah hadits dan engkau hafal, maka aku beri kepada satu dirham”.
Anas bin Malik berkata: Aku berkhidmah kepada Rasulullah saw sejak kecil, belum pernah beliau melecehkanku karena kesalahan yang aku perbuat” (HR Imam Ahmad).
Zainal Abidin bin Hasan bin Ali r.a berkata: Kami mengajarkan peperangan Rasululah sebagaimana kami ajarkan surah-surat al-Qur’an”
Dari Ismail bin Muhammad bin Sa’ad bin Abi Waqqas r.a berkata: Ayahku dahulu mengajarkan kami peperanga-peperangan seraya berkata: Wahai anakku, peperang-peperangan itu adalah kemuliaan bagi pendahulumu maka jangan lalai mengingatnya” (buku Muhammad Rasululah, Muhammad Ridho hal: 158).
Kisah pengalaman Syekh Abul Hasan an-Nadawi dalam mempelajari siroh nabawiyah.
c. Menanamkan Sikap Ridho Kepada Allah dan Iman kepada Takdir Allah.
Dari Ibnu Abbas r.a berkata: Ketika saat aku berada di belakang Rasulullah (dalam kendaraan) beliau berkata kepadaku: Nak, aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kata: احفظ الله يحفظك، احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة إذا اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، وإن اجتمعت على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك رفعت الأقلام وجفت الصحف" .
Malik al-Asyja’i datang kepada Rasulullah melapor: Anakakku Auf ditawan, beliaupun bersabda: kirimkan seseorang kepadanya dan katakanm bahwa Rasulullah memerintahkannya banyak membaca: La Haula Wa Quwwata illa Billah ………..( Jami’ul Ulum wal Hikam hal: 187, Ibnu Rojab al-Hambali, dari Adam bin Abi Iyas dalam tafsirnya, dari Muhammad bin Ishak ). Kisah adalah penggalan cerita sebab turunnya ayat 5 dan 6 surat ath-tholaq.
Sahal bin Abdullah at-Tusturi: ketika usiaku baru 3 tahun aku pernah ikut shalat malam dengan pamanku Muhammad bin Sawwar seraya berkata kepadaku: ingatkah engkau kepada Allah yang telah menciptamu? Aku katakan: Bagaimana caranya? “Katakanlah setiap kali engkau berpakaian sebanyak 3 kali dalam hatimu: Allahu Ma’I, Allahu Nazhiri, Allah Syahidi. Maka akupun mempraktekkannya. Kemudian beliau mengatakan lagi: ulangi kata-kata tahadi setiap malam 7 kali. Aku pun mempraktekkannya, beliau pun berkata: lakukan hal yang sama sebanyak 11 kali. Sejak saat itu aku merasakan manisnya kata-kata tersebut, setelah setahun pamanku berkata: jagalah apa yang telah aku ajarkan sampai engkau masuk ke liang kubur, karena hal itu bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat, aku merasakan lebih manisnya iman. Setelah beberapa waktu lamanya pamanku berkata kepadaku lagi: Wahai Sahal, apakah orang yang Allah selalu bersamanya, selalu melihatnya dan mempersaksikannya, apakah ia akan melakukan maksiat, jauhilah olehmu perbuatan maksiat itu …….( kitab Ihya 3/72 Bab jalan melatih rohani anak sejak dini….”).
Perintahkan anak melakukan shalat saat berusia tujuh tahun, ketika usianya 10 tahun (jika tidak melakukan shalat) maka pukullah (HR Abu Daud dan Tirmizi dari Sabroh bin Ma’bad al-Juhani).
Hisyam bin Sa’ad berkata: Kami masuk ke rumah Mu’adz bin Abdullah bin Khubaib al-Juhani, seraya berkata kepada istrinya: Kapan anak-anak shalat? Ia berkata: iya, seorang dari kami ingat tentang Rasulullah saw, bahwa beliau pernah ditanya tentang hal itu, beliau bersabda: jika anak itu mengetahui bagian kanan dan kiri, maka perintahkanlah ia shalat (HR Abu Daud).
Imam Tirmizi meriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda: Wahai anakku, janganlah engkau tengok ke sana dan ke sini saat shalat, karena hal itu kebinasaan, jika engkau harus melakukannya, lakukanlah di dalam shalat sunah bukan shalat fardhu.
Hasan bin Ali bercerita, suatu saat ayahku memintaku mengambilkan tempat wudhu, akupun memberikannya, beliaupun memulai berwudhu (di depanku) mencuci lengannya tiga kali sebelum memasukannya ke dalam cawan wudhunya, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung tiga kali, kemudia membasuh wajahnya tiga kali dan membasuh tangan kanan dan kiri, masing-masing tiga kali, lalu mengusap kepalanya sekali, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki sebanyak 3 kali diikuti dengan kaki kirinya. Beliaupun berkata: Berikan cawan itu kapadaku, beliau meminum air sisa wudhunya dalam keadaan berdiri seraya berkata: Jangan heran, aku telah melihat kakekmu Nabi saw melakukan hal yang serupa sebagaimana engkau lihat” (HR Abu Daud).
b- Puasa :
Dari Rubaiyi’ binti Muawwadz : Rasulullah saw mengutus seseorang pada pagi hari tanggal 10 Muharam (Hari Asyuro) ke perkampungan kaum Anshar dan berpesan: Siapa yang belum makan (berniat puasa) maka sempurnakanlah puasanya, dan yang sudah makan pagi ini maka niatlah berpuasa hari ini. Kami pun melakukan shaum hari itu demikian pula anak-anak kami latih berpuasa, kami pergi ke mesjid dengan membawa mainan anak-anak, jika mereka menangis minta makan, kami berikan mainan itu sampai waktu berbuka (HR Bukhari Muslim).
c.Haji :
Saib bin Yazid r.a berkata: Aku haji bersama Rasulullah saw pada Haji perpisahan saat usia saya baru 7 tahun ( Bukhari).
Ibnu Abbas r.a berkata: Aku pergi dengan kendaraanku saat menjelang ‘bermimpi’ saat itu Rasulullah saw sedang shalat di Mina, aku pun segera ikut shalat di shaf pertama dan mengikuti ruku dan terus shalat bersama orang banyak di belakang Rasulullah saw (Bukhari).
Menurut Ali Khalil dalam falsafah Pendidikan Islam, pendidikan akidah ini memiliki beberapa rambu antara lain: Membentuk kecintaan kepada akidah, menyampaikan berbagai bukti kebenaran akidah yang dapat melahirkan keimanan kepada Allah, membentuk perilaku dalam diri anak untuk menerapkan akidah dalam kehidupan dan menampakkan pentingnya perbuatan dan pelaksaan akidah Islam (Ali Khalil, Falsafah Pendidikan Islam, hal: 185).
Pembinaan akidah dalam Islam meliputi penanaman sumber-sumber akidah Islam pada anak didik dengan tujuan agar anak mampu berinteraksi dengan al-Qur’an, hadits dan siroh Nabi saw :
Pembinaan akidah dalam Islam meliputi penanaman sumber-sumber akidah Islam pada anak didik dengan tujuan agar anak mampu berinteraksi dengan al-Qur’an, hadits dan siroh Nabi saw :
a- Al-Qur’an
Ibnu Katsir menyebutkan dalam kitab Fadhoil al-Qur’an hal 44 dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah saw wafat saat saya berusia 10 tahun dan saya sudah mampu membaca al-Qur’an.
ath-Thobroni meriwayatkan, dari Anas bin Malik r.a , jika ia khatamm membaca al-Qur’an, ia mengumpulkan keluarga dan anak-anaknya dan mendo’akan untuk mereka.
Ibnu Katsir meriwayatkan, bahwa Ibnu Abbas berpesan kepada seorang lelaki, maukah engkau aku berikan sebuah hadits yang menggembirakanmu, ia menjawab: Iya, Ibnu berkata: bacalah surat al-Mulk dan ajarkan keluarga dan semua anakmu serta tetanggamu, karena surat itu merupakan penyelamat.... Rasulullah saw bersabda: Aku sangat senang kalau surat al-Mulk tersebut berada pada hati setiap orang dari umatku”.
Disebutkan dalam Mukaddimah buku Fathu Babil Inayah, editor Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah hal 19, bahwa Abu Hanifah ketika putranya Hammad dapat menguasai (membaca dan menghafal dengan baik) surat al-Fatihah, beliau memberikan kepada gurunya mukafaah sebesar 500 dirham ( satu dirham saat itu dapat membeli seekor kambing ), guru itupun menganggap uang itu terlalu banyak baginya, karena ia merasa hanya mengajarkan surat al-Fatihah, Abu Hanifah p pun berkata: Jangan engkau meremehkan apa yang engkau ajarkan kepada anakku, dan kalau ada pada kami lebih banyak lagi dari jumlah itu maka kami siap membayarkannya kepadamu, sebagai penghargaan kepada al-Qur’an”.
Imam Suyuthi menyebutkan dalam Thobaqoat al-Hufazh halaman 154 perkataan Imam Syafi’i r.a: Aku hafal Al-Qur’an ketika usia saya 7 tahun, dan saya hafal kitab al-Muwatho saat berusia 10 tahun”.
Sahal bin Abdullah at-Tusturi berkata: .... lalu aku pergi ke guru ngaji untuk belajar al-”Qur’an, menghafalnya ketika itu usia saya 6 atau 7 tahun”.
Imam Muhammad bin Muhammad al-Jazri sebagaimana disebutkan DR Abudl Hayyi al-farowami Editor kitab Munjid al-Muqri’in wa Mursyid ath-Tholibin tentang kehidupan Ibnu al-Jazri, bahwa beliau menyelesaikan menghafal al-qur’an ketika berusia 13 tahun (Thobaqot al-Qurro 2/247).
Syeikh Ibnu al-Labban ketika usianya 17 tahun dapat menguasai al-Qur’an, dan Ibnu Sina menghafal al-qur’an ketika berusia 10 tahun (Wafayat al-A’yan 1/152 Ibnu Khalkan).
Para shahabat Rasulullah saw termotovasi dengan hadits-hadits Nabi saw: tentang keutamaan mengjarkan anak-anak al-Qur’an, antara lain: “( Barangsiapa menmbaca al-Qur’an, mempelajarinya dan mengamalkannya, niscaya di hari Kiamat kelak orangtuanya dipakaikan mahkota terbuat dari cahaya seperti matahari dan dikenakan pakaian kebesaran yang belum pernah ada selama di dunia, kedua orangtuanya pun bertanya-tanya: Kenapa kami dipakaikan seperti ini ? Dikatakan kepadanya: karena anak kamu yang berinteraksi dengan al-Qur’an” (HR Imam al-Hakim dari Buraidah).
b. Cinta Rasul.
Robi’ah bin Syaiban berkata kepada Hasan bin Ail: Apa yang engkau hafal dari Rasulullah saw ? Ia berkata: aku hafal hadits beliau yang berbunyi: Tinggalkan yang meragukan kepada yang engkau yakini, karena kebenaran itu adalah thuma’ninah (ketenangan) dan dusta adalah keraguan (HR Tirmizi dari Abu al-Hauro as-Sa’di).
Sumroh bin Jundub berkata: sewaktu aku masih kecil di masa Rasulullah saw, aku menghafal hadits-hadits beliau, tidak ada yang menghalangiku berkata-kata dalam majlis itu selai keberadaan para orang tua di majli itu”. (HR Bukhari Muslim).
Kahtib al-Baghdadi menyebutkan dalam kitabnya Syarof ashabil Hadits hal: 90 an-Nadhor bin al-Harits meriwayatkan seraya berkata: aku mendengar Ibrahim bin Adham berkata: Ayahku berkata kepadaku: “Wahai anakku, carilah hadits, setiap engkau dapatkan sebuah hadits dan engkau hafal, maka aku beri kepada satu dirham”.
Anas bin Malik berkata: Aku berkhidmah kepada Rasulullah saw sejak kecil, belum pernah beliau melecehkanku karena kesalahan yang aku perbuat” (HR Imam Ahmad).
Zainal Abidin bin Hasan bin Ali r.a berkata: Kami mengajarkan peperangan Rasululah sebagaimana kami ajarkan surah-surat al-Qur’an”
Dari Ismail bin Muhammad bin Sa’ad bin Abi Waqqas r.a berkata: Ayahku dahulu mengajarkan kami peperanga-peperangan seraya berkata: Wahai anakku, peperang-peperangan itu adalah kemuliaan bagi pendahulumu maka jangan lalai mengingatnya” (buku Muhammad Rasululah, Muhammad Ridho hal: 158).
Kisah pengalaman Syekh Abul Hasan an-Nadawi dalam mempelajari siroh nabawiyah.
c. Menanamkan Sikap Ridho Kepada Allah dan Iman kepada Takdir Allah.
Dari Ibnu Abbas r.a berkata: Ketika saat aku berada di belakang Rasulullah (dalam kendaraan) beliau berkata kepadaku: Nak, aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa kata: احفظ الله يحفظك، احفظ الله تجده تجاهك إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله واعلم أن الأمة إذا اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، وإن اجتمعت على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك رفعت الأقلام وجفت الصحف" .
Peliharalah Allah niscaya Dia akan memeliharamu, peliharalah Allah niscaya engkau akan mendapatkanNya di hadapanmu, jika engkau meminta, mintalah kepadaNya,jika ingin bantuan, pintalah kepadaNya, ketahuilah jika kaum berhimpun untuk memberikan manfaat kepadamu, maka mereka tidak akan memberikan sesuatu selain yang ditentukan Allah. Jika mereka menginginkan bahaya terhadapmu, maka tidak akan mendatankan bahaya selain apa yang dituliskan olehNya (HR Imam Tirmizi).
Malik al-Asyja’i datang kepada Rasulullah melapor: Anakakku Auf ditawan, beliaupun bersabda: kirimkan seseorang kepadanya dan katakanm bahwa Rasulullah memerintahkannya banyak membaca: La Haula Wa Quwwata illa Billah ………..( Jami’ul Ulum wal Hikam hal: 187, Ibnu Rojab al-Hambali, dari Adam bin Abi Iyas dalam tafsirnya, dari Muhammad bin Ishak ). Kisah adalah penggalan cerita sebab turunnya ayat 5 dan 6 surat ath-tholaq.
Sahal bin Abdullah at-Tusturi: ketika usiaku baru 3 tahun aku pernah ikut shalat malam dengan pamanku Muhammad bin Sawwar seraya berkata kepadaku: ingatkah engkau kepada Allah yang telah menciptamu? Aku katakan: Bagaimana caranya? “Katakanlah setiap kali engkau berpakaian sebanyak 3 kali dalam hatimu: Allahu Ma’I, Allahu Nazhiri, Allah Syahidi. Maka akupun mempraktekkannya. Kemudian beliau mengatakan lagi: ulangi kata-kata tahadi setiap malam 7 kali. Aku pun mempraktekkannya, beliau pun berkata: lakukan hal yang sama sebanyak 11 kali. Sejak saat itu aku merasakan manisnya kata-kata tersebut, setelah setahun pamanku berkata: jagalah apa yang telah aku ajarkan sampai engkau masuk ke liang kubur, karena hal itu bermanfaat dalam kehidupan dunia dan akhirat, aku merasakan lebih manisnya iman. Setelah beberapa waktu lamanya pamanku berkata kepadaku lagi: Wahai Sahal, apakah orang yang Allah selalu bersamanya, selalu melihatnya dan mempersaksikannya, apakah ia akan melakukan maksiat, jauhilah olehmu perbuatan maksiat itu …….( kitab Ihya 3/72 Bab jalan melatih rohani anak sejak dini….”).
Termasuk dalam aspek akidah adalah aspek ibadah, diantaranya yang terpentinga. Shalat :
Perintahkan anak melakukan shalat saat berusia tujuh tahun, ketika usianya 10 tahun (jika tidak melakukan shalat) maka pukullah (HR Abu Daud dan Tirmizi dari Sabroh bin Ma’bad al-Juhani).
Hisyam bin Sa’ad berkata: Kami masuk ke rumah Mu’adz bin Abdullah bin Khubaib al-Juhani, seraya berkata kepada istrinya: Kapan anak-anak shalat? Ia berkata: iya, seorang dari kami ingat tentang Rasulullah saw, bahwa beliau pernah ditanya tentang hal itu, beliau bersabda: jika anak itu mengetahui bagian kanan dan kiri, maka perintahkanlah ia shalat (HR Abu Daud).
Hasan bin Ali ketika ditanya apa yang engkau pelajari dari Rasulullah, ia menjawab: Rasulullah mengajarkan shalat 5 waktu (Thabroni). Hasan ra pun berkata; Rasulullah mengajarkanku bacaan witir: اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولني فيمن توليتوبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما قضيت فإنك تقضي ولايقضى عليك وإنه لايذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت (رواه أبو داود والترمذي) Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a: Aku pernah bermalam di rumah bibiku Maimunah binti al-Harits istri Rasulullah saw, saat Nabi berada di rumahnya, setelah Nabi saw selesai menunaikan shalat Isya beliau pulang ke rumah dan melakukan shalat sunah 4 rokaat kemudia tidur, pada malam harinya beliau bangun. Perawi berkata: anak itupun (Ibnu Abbas) tertidur kemudian bangun pada malamnya dan ikut shalat dengan Rasulullah dengan berdiri di sebelah kirinya, Rasulullahpun merubah posisiku ke sebelah kanan beliau, lalu beliau shalat 5 rokaat, kemudian 2 rokaat, kemudia tidur, kemduian keluar untuk shalat (Shubuh).
Imam Tirmizi meriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda: Wahai anakku, janganlah engkau tengok ke sana dan ke sini saat shalat, karena hal itu kebinasaan, jika engkau harus melakukannya, lakukanlah di dalam shalat sunah bukan shalat fardhu.
Hasan bin Ali bercerita, suatu saat ayahku memintaku mengambilkan tempat wudhu, akupun memberikannya, beliaupun memulai berwudhu (di depanku) mencuci lengannya tiga kali sebelum memasukannya ke dalam cawan wudhunya, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung tiga kali, kemudia membasuh wajahnya tiga kali dan membasuh tangan kanan dan kiri, masing-masing tiga kali, lalu mengusap kepalanya sekali, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki sebanyak 3 kali diikuti dengan kaki kirinya. Beliaupun berkata: Berikan cawan itu kapadaku, beliau meminum air sisa wudhunya dalam keadaan berdiri seraya berkata: Jangan heran, aku telah melihat kakekmu Nabi saw melakukan hal yang serupa sebagaimana engkau lihat” (HR Abu Daud).
b- Puasa :
Dari Rubaiyi’ binti Muawwadz : Rasulullah saw mengutus seseorang pada pagi hari tanggal 10 Muharam (Hari Asyuro) ke perkampungan kaum Anshar dan berpesan: Siapa yang belum makan (berniat puasa) maka sempurnakanlah puasanya, dan yang sudah makan pagi ini maka niatlah berpuasa hari ini. Kami pun melakukan shaum hari itu demikian pula anak-anak kami latih berpuasa, kami pergi ke mesjid dengan membawa mainan anak-anak, jika mereka menangis minta makan, kami berikan mainan itu sampai waktu berbuka (HR Bukhari Muslim).
c.Haji :
Saib bin Yazid r.a berkata: Aku haji bersama Rasulullah saw pada Haji perpisahan saat usia saya baru 7 tahun ( Bukhari).
Ibnu Abbas r.a berkata: Aku pergi dengan kendaraanku saat menjelang ‘bermimpi’ saat itu Rasulullah saw sedang shalat di Mina, aku pun segera ikut shalat di shaf pertama dan mengikuti ruku dan terus shalat bersama orang banyak di belakang Rasulullah saw (Bukhari).
Sumber:
Cuplikan dari Tulisan DR. H.M. Idris A.Shomad M.A dengan judul :INTEGRITAS PENDIDIKAN ISLAM
Cuplikan dari Tulisan DR. H.M. Idris A.Shomad M.A dengan judul :INTEGRITAS PENDIDIKAN ISLAM